Sabtu, 06 Februari 2016

Uji Asumsi Klasik

              Uji Asumsi Klasik
            Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah hasil analisis regresi linear berganda yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini terbebas dari penyimpangan asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Adapun masing-masing penngujian tersebut dapat  dijelaskan sebagai berikut :
1.        Uji Normalitas
normalitas, kriteria normal, data normal,

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali, 2001 p.110). Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan meliihat penyebaran data pada sumbu diagonal dari grafik, jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2008 p.322).

2.        Uji Multikolinearitas
tolerance, vif, kriteria multikolilnearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel dependent (bebas). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas (Ghozali, 2008 p.91). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dalam model regresi ini adalah dengan menganalisa matrik korelasi variabel-variabel bebas dan apabila korelasinya signifikan antar variabel bebas tersebut maka terjadi mulltikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan mencari nilai VIF (Variance Inflation Factor) atau Tolerance Value. Kedua variabel ini menunjukkan setiap variabel independent manakah yang dijelaskan oleh variabel independent lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independent yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independent lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan VIF yang tinggi, batasan umum yang digunakan adalah tolerance < 0,1 atau nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas.

3.        Uji Heteroskedastisitas
scatter plot, menyebar, model regresi

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Atau jika varians berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang berifat homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2008 p.105). Untuk melihat model regresi bersifat heteroskedastisitas atau tidak, dapat diketahui dengan teknik analisis berbantuan komputer SPSS Statistic dengan metode chart dalam bentuk diagram scatter plot, yaitu:
a.       Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b.      Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

4.        Uji Autokorelasi
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1
.309(a)
.095
.068
14.259
1.871
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu model regresi linear terdapat korelasi antara pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (Ghozali, 2008 p.84). Alat analisis yang digunakan adalah uji Durbin – Watson Statistic. Untuk mengetahui terjadi atau tidak autokorelasi  dilakukan dengan membandingkan nilai statistik hitung Durbin Watson pada tabel.
Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut :
a.       Bila nilai DW terletak diantara batas atau upper bound (du) dan (4-du) maka koefisien autokorelasi = 0, berarti tidak ada autokorelasi.
b.      Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound (dl) maka koefisien autokorelasi > 0, berarti ada autokorelasi positif.
c.       Bila nilai DW lebih besar dari (4-dl) maka koefisien autokorelasi < 0, berarti ada autokorelasi negatif.
d.      Bila nilai DW terletak  antara du dan dl atau DW terletak antara (4-du) dan (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan.