Setelah
menguji keandalan, langkah selanjutnya adalah melakukan uji validitas. Validitas
digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan
dalam mendefinisikan suatu variabel. Menurut Malhotra (2012: 318), validitas
merupakan instrumen dalam kuesioner dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur, bukan kesalahan sistematik. Sehingga indikator-indikator
tersebut dapat mencerminkan karakteristik dari variabel yang digunakan dalam
penelitian.
Pengukuran validitas sangat penting
dilakukan dalam penilaian kuesioner. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui
valid atau tidaknya kuesioner yang digunakan untuk penelitian. Instrumen yang reliabel
belum tentu valid. Meteran yang putus dibagian ujungnya, bila digunakan
berkali-kali akan menghasilkan data yang sama tetapi tidak selalu valid
(Sugiyono, 2012: 168).
Pada penelitian ini, uji validitas
yang digunakan adalah uji validitas isi dan uji validitas konstruk. Uji
validitas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep)
yang harus diukur (Suharsaputra, 2012: 99). Valditas isi merupakan suatu
instrumen berkaitan dengan kesesuaian antara karakteristik dari variabel yang
dirumuskan pada definisi konseptual dan operasionalnya (Aritonang, 2007: 124).
Apabila semua karakteristik variabel yang dirimuskan pada definisi
konseptualnya dapat diungkap melalui setiap butir-butir instrumen, maka instrumen
itu dinyatakan memiliki validitas isi yang baik. Validitas isi juga disebut
sebagai validitas rupa (face validity),
yang merupakan tingkat dimana responden menilai indikator-indikator yang ada
secara tepat untuk setiap variabel yang diuji (Casalo, 2007: 591).
Selain
uji validitas isi, terdapat uji validitas lain yang digunakan yaitu validitas
konstruk. Uji validitas konstruk merupakan uji validitas yang berkaitan dengan
tingkatan dimana skala mencerminkan dan berperan sebagai konsep yang sedang diukur
(Hair et al., 2010: 710). Dua aspek pokok dalam validitas konstruk adalah
secara alamiah bersifat teoritis dan statistik (Sarwono, 2012: 84). Uji
validitas konstruk itu sendiri mencakup validitas konverjen, validitas
diskriminan, dan validitas nomologikal (Malhotra, 2012: 318).
Validitas konverjen merupakan tingkat
korelasi antara
instrumen pengukuran yang
berbeda yang digunakan
untuk mengukur konstruk yang sama
(McDaniel dan Gates, 2013: 293). Sedangkan validitas diskriminan
merupakan takaran yang mengukur seberapa jauh sebuah ukuran berbeda dengan
takaran yang lain yang dapat dibandingkan denganya (Malhotra, 2012: 318). Terakhir,
validitas nomologikal merupakan jenis validitas yang menilai hubungan antara konstruk yang teoritis. Validitas ini bertujuan untuk
mengkonfirmasi korelasi yang signifikan antara korelasi antar
variabel (Malhotra, 2012: 319).
Untuk melihat korelasi
dalam validitas konverjen maka digunakanlah factor
analysis. Factor analysis merupakan metode multivariat yang digunakan untuk
menganalisis variabel-variabel yang diduga memiliki ketertarikan satu sama
lain. Factor analysis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah EFA (Exploratory
Factor Analysis) dan CFA (Confirmatory
Factor Analysis).
EFA berfungsi sebagai
penunjuk faktor-faktor yang dapat menjelaskan korelasi antar variabel. Setiap
variabel memiliki nilai factor loading yang
mewakilinya. Nilai factor loading dalam
EFA dapat ditentukan berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian (Hair et al., 2010: 117). Validitas konvergen pada EFA tercapai apabila indikator-indikator
dari sebuah variabel tertentu mengelompok pada satu komponen dengan nilai factor loading sebesar batasan yang
telah ditentukan berdasarkan jumlah sampel penelitian. Pedoman nilai factor loading pada EFA berdasarkan
jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.11.
Factor Loading
|
Jumlah
Sampel
|
0.30
|
350
|
0.35
|
250
|
0.40
|
200
|
0.45
|
150
|
0.50
|
120
|
0.55
|
100
|
0.60
|
85
|
0.65
|
70
|
0.70
|
60
|
0.75
|
50
|
Tabel
3.11 Nilai Loading Significant EFA
Berdasarkan Jumlah Sampel
Sumber: Hair et al. (2010: 117)
Untuk melihat korelasi validitas
konvergen dalam penelitian ini tercapai, maka factor loading dari EFA harus mencapai 0,55. Oleh karena itu, pada
saat melakukan uji pendahuluan sampel yang digunakan adalah sebanyak 100
responden. Sedangkan untuk studi aktual dengan sebanyak 252 responden, nilai
batasan factor loading harus mencapai
0,35 (Hair et al., 2010: 117).
Lebih lanjut, factor
analysis yang
digunakan untuk uji validitas dalam penelitian ini adalah CFA. CFA merupakan
cara untuk menguji seberapa baik variabel terukur mewakili konstruk. Oleh
karena itu CFA biasa digunakan peneliti untuk menerima atau menolak hipotesis.
Untuk melihat nilai loading significant dari
CFA, dapat dilihat dari nilai kritis (critical
ratio) yang dihasilkan. Nilai kritis merupakan sebuah nilai dari uji
statistik (t-test dan F-test) yang menunjukkan sebuah tingkat signifikan
tertentu. Apabila nilai kritis lebih besar dari ± 1,96, maka terdapat
signifikansi dengan tingkat kepercayaan 95% (Hair et al., 2010: 441). Bila EFA dan CFA menunjukkan signifikansi pada
batasan yang ada, maka validitas konverjen tercapai (Hair et al., 2010: 441).
Setelah validitas
konverjen tercapai, maka dilakukan uji validitas yang kedua, yaitu validitas
diskriminan. Validitas diskriminan merupakan kebalikan dari validitas konverjen
(Aaker et al., 2011, 268). Untuk
mengukur validitas dalam diskriminan dalam penelitian ini digunakan korelasi Pearson. Validitas diskriminan akan
tercapai apabila nilai dari korelasi tidak melebihi 0,75 (Hair et al., 2010: 317).
Validitas diskriminan juga dapat dilihat dari nilai
average variance extracted (AVE). Nilai AVE digunakan untuk menguji akar kuadrat dari setiap AVE
apakah korelasi lebih besar dari setiap konstruk laten (Grefen dan Straub,
2005: 94). Selain itu, nilai AVE digunakan sebagai syarat validitas diskriminan
tercapai (Wijayanto,
2008: 66). Nilai AVE minimum untuk menyatakan bahwa keandalan telah
tercapai adalah sebesar 0,50 (Wijayanto, 2008: 66). Nilai AVE dibawah 0,50 menunjukkan
bahwa indikator memiliki rata-rata tingkat eror yang lebih tinggi.
Validitas
diskriminan juga dapat dilihat dari nilai average variance extracted (AVE). Nilai
AVE digunakan untuk menguji akar kuadrat dari setiap AVE apakah korelasi lebih
besar dari setiap konstruk laten (Grefen dan Straub, 2005: 94). Selain itu,
nilai AVE digunakan sebagai syarat validitas diskriminan tercapai (Wijayanto,
2008: 66). Nilai AVE minimum untuk menyatakan bahwa keandalan telah tercapai
adalah sebesar 0,50 (Wijayanto, 2008: 66). Nilai AVE dibawah 0,50 menunjukkan
bahwa indikator memiliki rata-rata tingkat eror yang lebih tinggi. Average variance extracted dapat diukur
dengan rumus pada gambar berikut (Gambar 3.10).
Σ Std. Loading2
Average
Variance Extracted = __________________________
Σ Std. Loading2 + Σεj
Gambar 3.10
Rumus Average Variance Extracted
Sumber:
Wijayanto (2008: 66)
Keterangan:
- Std. Loading diperoleh
langsung dari standardized loading
untuk tiap-tiap indikator (diambil dari perhitungan komputer Σεj adalah measurement error dari setiap indikator
Uji validitas ketiga dalam
validitas konstruk adalah validitas nomologikal. Validitas nomologikal adalah
tingkatan dimana skala pengukuran berkorelasi sesuai dengan teori untuk
mengukur konstruk yang berbeda namun saling berhubungan (Malhotra, 2012: 319). Validitas
nomologikal tercapai apabila hubungan antar variabel sesuai dengan teori dan
nilai korelasi antar variabel signifikan (Malhota, 2010: 321). Dalam penelitian
ini, validitas nomologikal diuji dengan menggunakan korelasi Pearson.