Setelah menentukan tipe skala yang akan digunakan dalam penelitian, tahap
selanjutnya adalah membuat kuesioner. Kuesioner merupakan
seperangkat pertanyaan formal untuk
memperoleh informasi dari responden (Malhotra,
2012: 332). Dalam pembuatan kuesioner terdapat tiga tujuan. Pertama, untuk menerjemahkan kebutuhan
informasi peneliti ke dalam satu set pertanyaan spesifik bahwa responden bersedia dan mampu menjawab. Kedua, kuesioner yang ditulis mampu untuk memotivasi
responden untuk terlibat dan bekerja sama. Ketiga, kuesioner yang
dibuat harus dapat meminimalkan kesalahan jawaban
(Malhotra, 2012: 332). Terdapat sepuluh langkah sebagai berikut :
Langkah pertama didalam menuyusun kuisioner adalah menentukan
informasi yang dibutuhkan. Setiap informasi yang diperoleh harus dapat menjawab
masalah penelitian sehingga dengan demikian, kuesioner yang diajukan kepada
responden akan lebih fokus. Kuesioner harus dibuat untuk memenuhi target
responden sesuai dengan pengalaman sebelumnya dan tingkat kesulitan dilapangan.
Bahasa yang digunakan dalam kuesioner harus bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti responden (Malhotra, 2012: 334)
Langkah kedua
yaitu menentukan jenis metode kuesioner yang akan digunakan. Menurut Zikmund
dan Babin (2010: 360) membagi metode kuesioner menjadi lima jenis. Kelima
metode jenis kuesioner tersebut adalah kuesioner melalui e-mail, kuesioner melalui faks, kuesioner melalui surat, kuesioner
personal dan kuesioner gabungan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
metode kuesioner personal. Alasan peneliti menggunakan metode kuesioner
personal adalah peneliti dapat menghemat biaya dan waktu dalam pengumpulan data
dan pemrosesan kuesioner dari responden (Zikmund dan Babin, 2010: 375).
Langkah ketiga adalah menentukan jenis pertanyaan yang akan
diajukan kepada responden (Malhotra, 2012: 335). Dalam menentukan jenis
pertanyaan yang diajukan pada responden harus jelas dan terarah. Hindari
pertanyaan yang mengandung dua pengertian yang berbeda atau yang biasa disebut
pertanyaan dua makna (double-barreled
question). Jenis pertanyaan dua makna tersebut mengandung makna yang
ambigu. Contohnya “Apakah produk body lotion The Body Shop menggunakan bahan yang
alami dan harga yang murah?”. Pertanyaan ini memberikan informasi yang ambigu,
karena terdapat dua hal pertanyaan tersebut, yaitu bahan yang digunakan dan
harga. Responden juga akan sulit menjawab pertanyaan ini.
Langkah
keempat, membuat pertanyaan yang membuat responden mampu atau ingin menjawab. Jenis
pertanyaan yang sesnsitif akan menyulitkan responden untuk menjawab kuesioner
tersebut. Sehingga apabila peneliti menemukan beberapa pertanyaan yang tidak
dapat dijawab, sebaiknya peneliti bersedia membantu responden dengan
menjelaskan maksud pertanyaan tersebut. Oleh karena itu, peneliti harus
menjelaskan tujuan penelitian di pada kata pengantar di kuesioner. Kemudian,
pertanyaan yang sensitif diletakkan dibagian akhir kuesioner penelitian
(Malhotra, 2012: 338).
Langkah kelima,
menyusun struktur pertanyaan. Jenis pertanyaan dapat disusun terstruktur dan
tidak struktur. Pertanyaan terstruktur merupakan jenis pertanyaan yang sudah
tersusun dalam suatu format sehingga memudahkan responden untuk menjawabnya.
Jenis pertanyaan tersebut dapat berupa pilihan berganda, atau hanya dua pilihan
(pertanyaan dikotomi – ya atau tidak), atau pertanyaan berjenjang (a scale question). Sedangkan, jenis
pertanyaan tidak terstruktur merupakan pertanyaan terbuka yang memungkinkan
responden menjawab dengan kata-kata sendiri (Malhotra, 2012: 339). Jenis
pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis pertanyaan terstruktur,
pertanyaan tertutup. Alasan peneliti menggunakan jenis pertanyaan tertutup
adalah untuk menghindari potensi jawaban-jawaban yang bias (Malhotra, 2012:
340). Selain itu, agar membantu responden untuk membuat keputusan yang cepat
dalam memilih jawaban.
Langkah keenam,
menentukan kata-kata didalam kuesioner. Informasi yang dibutuhkan harus
disederhanakan terlebih dahulu dalam bentuk kata-kata yang mudah dipahami oleh
responden. Tujuannya adalah untuk menghindari salah persepsi ataupun
interpretasi yang dapat menimbulkan jawaban yang bias sehingga jawaban tersebut
dapat mengarah kepada jawaban yang salah. Untuk menghindari kata-kata yang
sulit dipahami, sebaiknya di dalam penelitian ini berpedoman kepada lima hal. Pertama,
isu tentang perawatan tubuh yang sedang digemari oleh masyarakat umum. Kedua,
menggunakan kata-kata yang sederhana. Ketiga, menghindari kata-kata yang
ambigu. Keempat, menghindari pertanyaan yang menyesatkan. Kelima, menggunakan
pernyataan positif dan negatif (Malhotra, 2012: 343).
Bentuk pertanyaan
yang ada di dalam kuesioner dapat bersifat pertanyaan positif dan negatif.
Pertanyaan yang bersifat positif, contohnya: “Saya sering mengunjungi gerai The
Body Shop.” Sedangkan
pertanyaan yang bersifat negatif contohnya: “The
Body Shop tidak dapat memberikan rekomendasi produk yang baik untuk
kebutuhan perawatan tubuh saya”. Hal ini dilakukan agar responden berhati-hati
dalam menjawab dan tidak terjadi konsistensi jawaban (Malhotra,
2012: 345).
Dalam setiap
pertanyaan yang bersifat negatif, digunakan garis bawah. Contonya: “The Body Shop tidak dapat memberikan
rekomendasi produk yang baik untuk kebutuhan perawatan tubuh saya”. Penggunaan tanda garis bawah bertujuan untuk memberikan
petunjuk pada peneliti bahwa pertanyaan tersebut memiliki sifat negatif. Selain
itu, dalam setiap pertanyaan yang bersifat negatif, digunakan tanda (R) yang
memiliki arti reverse. Tanda (R) akan
memberikan petunjuk pada peneliti bahwa pertanyaan tersebut memiliki sifat
negatif. Selain itu, pertanyaan yang memiliki tanda (R) akan mengalami
pembalikan nilai dalam perhitungan hasil dari jawaban atas pertanyaan yang
bersifat negatif tersebut (Churchill dan Iacobucci, 2010: 274). Contohnya,
dalam penelitian ini menggunakan skala Likert
7 poin. Proses skoring dalam pertanyaan positif menggunakan angka-angka sebagai
berikut: 1) sangat tidak setuju, 2) tidak setuju, 3) agak tidak setuju, 4)
netral, 5) agak setuju, 6) setuju, dan 7) sangat setuju. Apabila pertanyaan
yang bersifat negatif di reverse,
maka skoring angka menjadi kebalikan dari pertanyaan positif seperti: 1) sangat
setuju, 2) setuju, 3) agak setuju, 4) netral, 5) agak tidak setuju, 6) tidak
setuju, dan 7) sangat tidak setuju.
Langkah
ketujuh, menyusun urutan pertanyaan. Dalam menyusun pertanyaan kuesioner, menurut
urutan pertanyaan tersebut, peneliti mempertimbangkan beberapa hal seperti
pertanyaan terbuka, jenis informasi yang diperlukan, tingkat kesulitan
pertanyaan, dan pengaruh pertanyaan lanjutan. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini, pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun menurut urutan yang logis dan
sesuai dengan topik penelitian tentang produk perawatan tubuh (Malhotra, 2012: 346).
Langkah kedelapan,
mengidentifikasi format dan rancangan kuesioner. Karakteristik kuesioner
seperti halnya format, spasi, dan posisi kalimat, memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap jawaban-jawaban yang diperoleh dari responden. Sehingga
jelas bahwa format dan rancangan kuesioner harus tersusun rapi dan mudah dalam
pengisian kuesioner (Malhotra, 2012: 349).
Langkah
kesembilan, penyusunan ulang format kuesioner. Format kuesioner harus dibuat
ringkas dan jelas untuk memudahkan responden dalam membaca dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan kuesioner tersebut. Tetapi, penyusunan ulang ini tidak
membuat kalimat dalam kuesioner menjadi kalimat yang tidak utuh, sehingga
cenderung untuk menyulitkan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner (Malhotra, 2012: 350). Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner harus diusahakan untuk dimasukkan dalam satu lembar saja, hal ini
untuk menghindari asumsi responden bahwa pertanyaan yang diberikan banyak.
Langkah
kesepuluh, menentuan uji coba kuesioner. Sebelum kuesioner diberikan kepada
responden, sebaiknya dalam penelitian ini didahului dengan uji coba kuesioner (pre-testing questionnaire). Uji coba
dilakukan pada sekelompok responden tertentu. Kelompok responden yang diuji
coba harus sama dengan responden yang akan diteliti baik dengan latar belakang
usia, jenis kelamin, frekuensi pembelian (Malhotra, 2012: 351).